Home Sweet Home - Dear Life, Affection, Hope and all ever happen...

Sunday, November 4, 2018

Home Sweet Home

Penampakan Rumah asli dari developer, sebelum renov :)
Tulisan kali ini akan berkisah tentang rumah. Iya rumah milik sendiri yang jadi impian bahkan sejak sebelum menikah.

Flashback, pas belum nikah itu udah kayak yang pengeeen banget punya rumah sendiri, padahal motor blom kelar cicilannya, tapi udah excited kalo ada info harga2 rumah di perumahan dengan rincian kprnya, syarat-syaratnya. Kerja juga bukan yang gajinya gede gimana, kan ya guru honorer sekolah swasta gitu loh.. Hihi.. Dasar sang pemimpi ya beginilah..

Sampai pada suatu ketika, seorang teman baik, teman ngajar, yah kalo dibilang teman sih usianya jauh lebih tua sih. Namanya guru, gaulnya ya sama bapak ibu guru lah ya. Beliau Waka kurikulum saat itu dan tentu saja sudah berpengalaman dan berkeluarga. Dia menyampaikan hal yang buat aku langsung, oh iya ya.. Dia bilang gini, "Omah sek, opo omah-omah sek?" in javanese x)
Kalo di Bahasa Indonesiakan ya artinya sih mau beli rumah dulu, apa berumah tangga dulu?

Perkataannya amat sangat ada benarnya. Karena apa? Kalau sudah menikah itu pasti akan lebih terarah, kayak mau beli rumah dimana? Ke depannya gimana? Dan tentu saja biaya akan jauh terasa ringan karena ditanggung bersama. Menikah seperti membuat mimpi itu menjadi lebih mudah.

Dan setelah menikah, memang aku dan suami sudah komit mau mandiri. Seminggu pasca nikah udah langsung keluar dari rumah orang tuaku. Kita kos di daerah Arjosari, masih rumah salah seorang kerabat baik kami.

Menikah di bulan April 2014, akhir tahun 2014 akhirnya menggalau saat diberi cerita oleh kakak sepupu soal dia mau ambil rumah di daerah Singosari, lumayan deket juga dari rumah orang tua aku. Mulai lah lihat-lihat lokasi, lihat rincian harga DP dan angsuran KPR, dsb.

Mulai membicarakan serius dengan suami, berpikir cukup lama, dan akhirnya kami bismillah memutuskan untuk mau deal rumah tsb yang masih indent dan sebelum harganya naik pada bulan berikutnya. Karena lokasi perumahan yang juga cukup dekat dari rumah orang tua dan tempat kerja kita saat itu.

Rumahnya semua belum dibangun, masih baru ada beberapa rumah contoh di lahan calon perumahan. Karena itulah uang muka atau DPnya boleh diangsur 10x, yang akhirnya kami nego sekalian jadi 12x. Satu tahun waktu yang insyaallah mumpuni untuk membayar uang muka.

Kami bukan orang kaya, gak pakai uang orang tua (bahkan orang tua belum diberitahu apapun soal rumah saat itu), kami pun mulai mengatur sebaik-baik pemasukan kami berdua untuk bisa memenuhi cita-cita kami saat itu.

Waktu itu gaji kami berdua yang kalau digabungkan rasanya seperti tidak cukup untuk menyicil DP  dan biaya hidup kami, kos dsb. Tapi begitulah rejekinya orang yang sudah menikah itu ada saja.. Alhamdulillah, dengan segala upaya kami berhasil memenuhinya.

Kabar baik untuk perekonomian kami saat pengumuman diterimanya aku jadi cpns di bawah kemenristekdikti.. Walau berat karena harus LDR dengan suami, sejak Agustus 2015 :(
Sempat juga terjadi gagal bayar karena gajiku sebagai aparatur sipil negara belum bisa dibayarkan karena menunggu SK yang tak kunjung turun.. Dan aku meminta kemudahan kepada pihak developer untuk bayar double saat gaji sudah turun nanti. Rapelan..

Dan Alhamdulillah.. akhir tahun 2015 pun uang muka bisa terlunasi..

Hihi..

Perjuangan banget bagi kami, ya kami emang bukan old money lah.. not crazy rich people.. x)

Padahal itu kami udah memilih yang paling murah, supaya sesuai kemampuan kami. :)

Soal rejeki yang ada aja setelah nikah dan dari sumber yang tak disangka-sangka itu nyata adanya.. Aku sempet makelari saudara sendiri yang mana dia punya barang dagangan elektronik dari kantor kerjaan dia, Denpoo. Barang reject dari toko yang masih berfungsi dengan baik, jadi kita bisa jual dengan harga di bawah harga pasar. Waktu itu mesin cuci sih. Dan keuntungannya per buah lumayan bangett.. Gak nyangka bakal jadi makelar mesin cuci waktu itu.. :))

Jualan baju online juga jalan, udah cukup lama kerjasama dengan kawan baik di PPGT dulu, Arum.

Sekitar awal 2017 kalau gak di pertengahan 2016, mulai memberitahu orang tua perihal rumah. Mengajak mereka melihat-lihat lokasi perumahan. Posisi udah lunas DP pokoknya..

Pas deal dulu banget itu aku inget, kalau ambil rumah yang paling belakang di blok G. Alasannya sih, kalau dibangunnya paling terakhir2 kan enak kita bisa agak rubah dikit atau custom. Ndilalah itu blok paling belakang, karena belakangnya sungai kering dan masih mau dibangun plengsengan, bangunannya pun entah kapan akan dibangun. Jadi dengan saran dari bapak aku juga, akhirnya pindah blok deh kita. Dan lihat-lihat, emang dah dikasih pilihan waktu itu kita dengan tipe dan luas tanah yang sama bisa pindah di blok berapa. Dan fix akhirnya pindah ke Blok E6. Rumahnya sudah jadi waktu itu. Base ya, rumah dari perumahan itu dibangun ya sesuai yang dijual. Waktu itu tipe 30/66. Luas bangunan 30, luas tanah 66. Lebar depan 6 meter. Rumah inti dengan ruang tamu, 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi yang sudah berdiri. PRnya kita kalau uda mau nempati ya nutup atau nembok belakang sisa tanah yang jadi batas dengan tetangga. Juga bikin teras, kanopi dan pagar depan.

Setelah membayar realisasi, lalu finishing dari pihak developer terselesaikan, listrik dan air sudah terinstalasi. Kita pun meminta kunci. Iya mau ditempati dulu kan, daripada rumahnya makin rusak karena kelamaan berdiri dan tidak kunjung ditempati. Dan memang, kondisi perumahan waktu itu masih sepi. Hanya blok paling depan yang sudah berpenghuni. Blok E itu udah blok yang bisa dibilang paling belakang memang..

Bulan April 2017, saat itu aku hamil uda 5 bulanan, kita pun pindah syarat. Kondisi rumah apa adanya, masih belum renov. Pokoknya ditempati dulu, kalau tiap harinya kan suami sendirian, baru sama aku kalo pas weekend.. Jadi belum perlu dapur banget lah.
1 April 2017, syukuran pindahan
Seminggu setelah pindahan keluarga Pasuruan pun juga datang
Hanya dengan keluarga inti saja, Bapak, Ibu, Adek-adek, kita secara sederhana melakukan proses pindahan dan syukuran makan-makan sendiri saja di rumah baru itu. Sehari sebelumnya, hemm, tepatnya pas tanggal merah sih, kita udah nyicil mindahin barang2 dari rumah kos arjosari ke rumah baru. Nyicil bersih-bersih dan menata barang yang ternyata lumayan juga :)) Ya soalnya kan belum ada dapur juga, jadi tetek bengeknya dapur sementara masuk di kamar belakang. Kamar depan yang buat kasurnya. Alhamdulillah.. jadi penghuni perumahan pertama di blok tersebut saat itu x)
Penampakan kamar depan
Waktu berjalan.. Dan Alhamdulillah dapat rejeki. Masih di tahun 2017, Bapak yang mendapat uang hasil jual rumah keluarga di Malang yang dulunya ditempati oleh Tante Rina, membagi rejeki kepada aku dan mbak Vit di Jember. Khusus untuk aku, uangnya dirupakan untuk menutup rumahku. Bikin dapur di sisa tanah belakang sambil buat tembok juga, nambah kamar 1 dan jemuran di lantai dua atasnya dapur. Selain itu bikin teras depan, kanopi dan pagar. Walaupun memang belakang belum sampai finishing. Pokoknya bisa difungsikan dulu untuk dapurnya. Wah.. dengan pekerjaan seperti itu, aku pun tak tinggal diam. Karena yakin deh, pasti habisnya lebih banyak. Tapi namanya Bapak, gak mau bilang mesti. Bilangnya masih ada uangnya.. Emang kasih orang tua sama anak itu ya, tak terhingga sepanjang masa.. Love Bapak.. Cuman tau diri dong ya, tiap bulan kalau ada rejeki yang terkumpul, aku transfer atau langsung cash ke Bapak. Beberapa kali 3 juta per bulan waktu itu.
Proses membangun sisa lahan di belakang

Teras dan kanopi waktu baru dibuat
Alhamdulillah..

Lalu ada rejeki lagi, di tahun 2018. Ada uang ngumpul aku transfer Bapak, pokoknya gitu. Aku berencana finishing dapur, karena Raffa semakin aktif, jadi biar kalau main di belakang sudah bersih. Gak yang masih tanah gitu.. Jadi kotor-kotor. Supaya bisa lebih terang juga rasanya dapur. Karena kalau masih bata gitu berasa gelap juga. Belum diplamir di cat.

Alhamdulillah sampai Oktober kemarin, sudah selesai finishingnya. Masih kurang sedikit karena tukangnya selak dipakai adik buat proyek di Surabaya. Jadi tinggal bawah meja dapur aja yang masih belum kelar,sama tembok area tangga ke atas yang juga belum selesai di variasikan.

Yang jelas Alhamdulillah, karena impian tercapai, satu demi satu. Pelan tapi pasti. Bukankah sungguh Maha Besar Allah. Maha Baik. RencanaNya selalu indah, dan tak disangka-sangka.

Memang tidak langsung sim salabim punya dan perfect gitu ya. Semuanya berproses.

Jadi, kalau kalian pun punya impian untuk punya rumah sendiri, bener-bener beli sendiri, maka mulailah menabung, mencari informasi, memantapkan hati dan juga dikalkulasi. Sesuai kemampuan tidak?

Tulisan ini tentu bukan buat old money yang duitnya gak berseri ya, mereka sih mau punya rumah tinggal tunjuk aja peribahasanya.

Tidak ada yang instan di dunia ini, dan saya selalu percaya dengan kekuatan mimpi. Hasil tidak akan mengkhianati usaha. Dan yang pasti kita selalu berdoa mengharapkan Ridho-Nya. Dan, sesuatu yang berhasil diperoleh dari hasil sendiri, perjuangan, tentu akan terasa lebih bermakna dan ada kepuasan tersendiri.

Semangat ya kalian.. ^^

See you next post! 

2 comments:

  1. Alhamdulilah mbak. Menginspirasi sekali ceritanya. Apalagi berani keluar dari rumah setelah menikah. Jaman sekarang jarang sepertinya ya haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe.. latar belakang anak broken home yang bikin aku punya prinsip harus mandiri setelah nikah.. Banyak nasihat dari Bude2 dari keluarga mama yang bilang klo dah nikah lebih baik keluar dr rmh walaupun istilahnya harus sewa kamar doang gpp.. :)

      Delete

@nieth_sweet